Guestbook

Create your own guestbook with your foto for MySpace, Facebook or your website! view this guestbook with all comments

7 GAMBAR MENGERIKAN AKIBAT GLOBAL WARMING

Diposting oleh Jelajah Alam Indonesia

The image “http://www.treehugger.com/7-most-terrifying-global-warming.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.

Mungkin kampanye anti global warming di negera kita saat ini sudah mulai surut. Kita telah sibuk mengurusi masalah-masalah yang terjadi di negara kita akhir-akhir ini. Sebagai blogger, kitapun juga jarang mengkampanyekan tentang bahaya-bahaya yang ada di depan kita. Yach… GLOBAL WARMING, seberapa peduli kita dengan hal itu?? Kita menjadi cenderung egois dengan kesibukan kita. Coba toleh di sekeliling kita.. sudahkan kita ikut menyelamatkan lingkungan kita dari perubahan iklim?

Gambar-gambar ini memang untuk membuat kita sedikit “ndredek” atau nervous. Hanya untuk menginspirasi kita untuk bekerja lebih keras menghindari bencana-bencana yang sangat-sangat mungkin terjadi di depan kita.

The image “http://www.treehugger.com/polar-bear-global-warming.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.

Salah satu tanda dari global warming adalah : beruang kutub menghilang dari habitatnya. Itu sangat menyeramkan sebab beruang kutub memberikan tanda kepada kita bahwa perubahan iklim tengah terjadi.
The image “http://www.treehugger.com/dead-fish-marine-dead-zones.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.

Ikan-ikan juga mati karena global warming.

The image “http://www.treehugger.com/climate-change-hurricanes.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.

Angin badai. Kita tau bahwa angin badai terjadi akibat perubahan iklim, khususnya di atlantic. Ini terror dari global warming yang dapat menghancurkan rumah dan keluarga kita.

http://www.treehugger.com/galleries/global-warming-before-after.jpg

Gletser di Patagonia, Argentina tahun 1928. Gletser di Patagonia, Argentina 2004. 76 tahun dari perubahan iklim. Dan sekarang… menyeramkan sekali.

The image “http://www.treehugger.com/global-warming-diesel-ad.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.

Iklan global warming?

The image “http://www.treehugger.com/dust-cloud-climate-change.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.

Badai debu terjadi lebih sering di afrika selatan.

The image “http://www.treehugger.com/glacier-waterfall-getty.jpg” cannot be displayed, because it contains errors.

Gambar di atas adalah air terjun besar yang muncul dari ujung Gletser Brasvell. Tidak biasa hal itu terjadi. Air terjun seperti ini telah muncul dengan frekuensi berkala di daerah arctic. Setelah semua itu, ketika abad-lama telah mulai pencairan es di Arctic, sulit untuk menyangkal diri kita bahwa kita telah mendapat masalah besar.
http://www.treehugger.com/galleries/2009/03/7-terrifying-global-warming-pictures.php?page=1

KEAKATAU

Diposting oleh Jelajah Alam Indonesia

Krakatau adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini pernah disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana yang, karena letusan pada tanggal 26-27 Agustus 1883, kemudian sirna. Letusannya sangat dahsyat dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.

Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.

Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh di masa populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.

Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut.

Gunung Krakatau Purba

Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.

Catatan mengenai letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi. Isinya antara lain menyatakan:

Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula.... Ketika air menenggelamkannya, pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan pulau Sumatera

Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.

Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung, dalam catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung- jawab atas terjadinya abad kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur mendingin. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.

Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-20 tahun.

Munculnya Gunung Krakatau

Perkembangan Gunung Krakatau

Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.

Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.

[sunting] Erupsi 1883

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, meledaklah gunung itu. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.

Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.

Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencavai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.

Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata dimana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Gelombang laut naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.

Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak (Serang) hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.


Anak Krakatau

Anak Krakatau, Februari 2008

Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 20 inci per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 20 kaki dan lebih lebar 40 kaki. Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 7.500 inci atau 500 kaki lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan in bakal terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.

Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya.

Taman Nasional Gunung Leuser

Diposting oleh Jelajah Alam Indonesia

Taman Nasional Gunung Leuser biasa disingkat TNGL adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692 Hektar yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Provinsi NAD yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten Aceh Barat Daya,Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tamiang, sedangkan Provinsi Sumatera Utara yang terdeliniasi TNGL meliputi Kabupaten Dairi, Karo dan Langkat.

Berkas:Leuser.jpg
Lokasi Taman Nasional Gunung Leuser

Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan laut di Nanggroe Aceh Darussalam. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,pariwisata, dan rekreasi.

Taman Nasional Gunung Leuser memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu : a. perlindungan sistem penyangga kehidupan; b. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Secara yuridis formal keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser untuk pertama kali dituangkan dalam Pengumuman Menteri Pertanian Nomor: 811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980 tentang peresmian 5 (lima) Taman Nasional di Indonesia, yaitu; TN.Gunung Leuser, TN. Ujung Kulon, TN. Gede Pangrango, TN. Baluran, dan TN. Komodo. Berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian tersebut, ditunjuk luas TN. Gunung Leuser adalah 792.675 ha. Pengumuman Menteri Pertanian tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor: 719/Dj/VII/1/80, tanggal 7 Maret 1980 yang ditujukan kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa diberikannya status kewenangan pengelolaan TN. Gunung Leuser kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser.

Sebagai dasar legalitas dalam rangkaian proses pengukuhan kawasan hutan telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 276/Kpts-II/1997 tentang Penunjukan TN. Gunung Leuser seluas 1.094.692 hektar yang terletak di Provinsi daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara.

Salah satu Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang terkenal di dalam kawasan TNGL adalah Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera - Bukit Lawang di Kawasan Wisata Alam Bukit Lawang - Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Sisi lain, taman nasional ini juga mendapat perhatian karena maraknya kasus penebangan pohon illegal di beberapa lokasi yang menyalahi reservasi lingkungan.

Sebagian besar kawasan TNGL memiliki topografi yang curam dan struktur dan tekstur tanah yang rentan terhadap longsor. Hal ini terbukti pada saat banjir bandang yang menghancurkan kawasan wisata alam Bukit Lawang beberapa tahun lalu.

Kerusakan Alam Indonesia

Diposting oleh Jelajah Alam Indonesia


Kontradiktif, itulah kata yang pantas untuk menjelaskan kondisi Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya. Keanekaragaman hayati sebagai aset terbesar negeri ini (mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi) justru luput dari upaya perlindungan. Dalam kontek PP No 2 tahun 2008 yang baru saja dikeluarkan oleh SBY memperlihatkan bahwa sumber daya genetik hutan sama sekali tidak pernah diperhitungkan nilai ekonomisnya. Padahal kekayaan genetik yang ada di dalam hutan bukan tidak mungkin bernilai lebih tinggi dari deposit tambang yang ada di dalamnya.

Sangat disayangkan karena keinginan untuk mengambil deposit tambang yang ada di dalam tanah, justru aset terbesar yang memiliki nilai ekonomis jauh lebih tinggi dari nilai deposit tambang itu juga hancur sebagai dampak ikutan. Analogi yang mudah adalah mengambil emas yang berada dalam bongkahan intan, karena ketidaktahuan akan nilai ekonomis intan kita menghancurkan dan membuang intan untuk mengambil emas yang terkandung di dalam bongkahan intan tersebut.

Sampai detik ini Indonesia belum memiliki aturan yang melindungi sumberdaya genetiknya. Dengan mudah pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab atas nama penelitian mengambil dan menjarah kekayaan genetik yang kita miliki. Sementara itu bioteknologi modern dengan rekayasa genetiknya, pada saat ini telah mampu melakukan upaya penyisipan gen tertentu pada species tertentu untuk menghasilkan species dengan sifat unggul yang diinginkan.

Dengan didukung keberadaan regim paten, penemuan tersebut dapat dipatenkan dan dijual dengan harga tinggi untuk memberikan untung yang sebesar-besarnya pada pemegang paten tersebut. Lalu bagaimana dengan negara yang memiliki kekayaan genetik, yang dari wilayah negaranyalah materi genetik itu diambil dan kemudian digunakan sebagai materi genetis untuk menghasilkan species unggul?

Sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati (UU No.5 tahun 1994), seharusnya menindaklanjuti dengan mengkonversi konvensi internasional ini dalam tata aturan nasional yang berpihak pada kepentingan nasional dan tidak mengurangi atau mencenderai kedaulatan negara. Dalam pasal 15 UU No.5 Tahuan 1994, dinyatakan bahwa kewenangan menentukan akses terhadap sumber daya genetik ada pada pemerintah. Ketentuan-ketentuan tersebut seyogyanya ada dalam tata aturan dan perundangan nasional. Namun selain UU ratifikasi konvensi tersebut, sampai detik ini aturan yang mengatur tentang akses dan pembagian keuntungan atas penggunaan sumber daya genetik belum diatur dalam tata aturan nasional.

Inisiatif untuk membuat RUU pengelolaan dan perlindungan sumber daya genetik sampai saat ini masih berproses dan belum menghasilkan draft final yang dianggap layak untuk dianjukan ke pihak legislatif. Pada waktu yang bersamaan urgensi untuk perlindungan terhadap sumber daya genetik khususnya yang mengatur akses dan pembagian keuntungan atas penggunaan sumber daya genetik sudah sangat mendesak. Biospiracy telah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi negara para pemilik sumberdaya genetik yang dijarah sumber daya genetiknya. Entah sudah berapa banyak plasma nuftah di pedalaman hutan hujan tropis ini yang dibawa ke lab-lab di negara-negara maju dan kemudian digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan varietas-varietas unggul yang kemudian diperdagangkan dengan perlindungan atas paten.

Urgensi untuk adanya aturan tentang akses dan pembagian keuntungan atas penggunaan sumber daya genetik muncul ketika wabah flu burung merebak dan menyebabkan kepanikan internasional. Perusahaan-perusahaan besar di bidang farmakologi berlomba-lomba untuk mendapat sample virus yang berasal dari korban-korban meninggal yang terjangkit flu burung.

Situasi kepanikan internasional digunakan oleh perusahaan-perusahaan ini untuk menekan pihak Indonesia agar berbagi sampel virus. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, Pemerintah Indonesia bahkan dapat memaksakan untuk membahas alternatif mekanisme pembagian keuntungan yang adil di World Health Assembly. Tetapi sangat disayangkan kasus flu burung tidak memberikan energi positif bagi proses penyusunan draft final RUU PSDG. Sepertinya kasus yang sudah terjadi tidak digunakan sebagai bahan pelajaran agar peristiwa yang sama tidak terulang kembali.

Hal yang sangat memprihatinkan tentunya jika RUU PSDG selesai dilegislasi, tetapi sumber daya genetik yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang perlu dilindungi sudah habis dijarah oleh perusahaan-perusahaan industri kehidupan dan sudah dilindungi dengan mekanisme HAKI yang Indonesia juga bagian dari pihak dalam rejim ini.

Sampai hingga detik ini, negara megabiodiversity ini belum memiliki kepedulian yang memadai untuk melindungi warisan nasional yang bernilai ekonomis sangat tinggi di masa mendatang. Seperti ketidaktahuan akan nilai ekonomis dari sumber daya genetik yang dimilikinya, pemerintah dengan mudah mengeluarkan kebijakan yang berdampak pada hancurnya sumber plasma nuftah yang seharusnya dijaga dan dikelola dengan baik.

Mungkin sudah waktunya para pakar di bidang keanekaragaman hayati dibekali dengan pengetahuan ekonomi yang memadai sehingga bisa membuat taksiran nilai ekonomis atas keberadaan sumber daya genetik di hutan-hutan lindung di negeri ini. Agar para pengambil kebijakan paham betul kerugian di masa kini dan masa mendatang ketika mereka harus mengambil pilihan untuk merusak hutan lindung.

Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati sebenarnya sudah sangat jelas memberikan kedaulatan kepada negara yang memiliki kekayaan genetik seperti Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya genetik yang dimilikinya dengan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Dalam pasal 15 konvensi juga jelas dinyatakan, ”Negara-negara yang telah meratifikasi konvensi ini akan mengambil langkah-langkah administratif dan legislatif untuk menjamin pembagian keuntungan yang adil atas hasil penelitian pengembangan dan pemanfaatan sumber daya genetik baik untuk kepentingan komersial maupun tidak.”

Dalam praktiknya, yang menguasai rejim patenlah yang kemudian menikmati keuntungan terbesar atas pemanfaatan sumber daya genetik. Negara asal dari materi genetik sama sekali tidak mendapatkan keuntungan yang berarti atas sumbangan yang sudah diberikan. Bahkan lebih memprihatinkan ketika kemudian negara asal materi genetik tersebut diharuskan membeli produk rekayasa genetik tersebut dengan harga tinggi dan dibuat bergantung dengan produk-produk tersebut. Hal ini terjadi pada beberapa komoditas pangan yang penting bagi dunia.

Varietas Punah

Tingkat kepunahan varietas species tanaman maupun hewan di Indonesia sebenarnya sudah sangat memprihatinkan, tidak perlu melihat ke dalam hutan tetapi cukup dengan memperhatikan keberadaan buah lokal yang ada di Pasar Minggu dan Kramat Jati. Hampir sebagian besar buah-buah di pasar-pasar tersebut didominasi oleh buah-buahan impor, tidak ada lagi pedagang yang menjual kecapi, buni ataupun dhuwet yang dapat kita temui di kedua pasar tersebut.

Di sektor pertanian hal yang lebih parah terjadi, dari sekitar 6000 – 8000 varietas padi yang pernah ada saat ini tersisa sekitar 2000 varietas padi lokal di Balitbiogen dan tidak lebih dari 20 varietas lokal yang dikenal oleh petani sebagai varietas lokal yang boleh dipersilangkan untuk menghasilkan benih padi unggul baru. Saat ini petani tidak lagi membenihkan sendiri padi-padi mereka tetapi cukup membeli benih padi yang dijual di pasar atau dibantu oleh pemerintaah untuk pengadaan benihnya. Hilangnya keterampilan menyilangkan benih dan memuliakan benih tidak sekedar merubah pola pertanian mandiri menjadi pola pertanian yang konsumtif, tetapi justru merubah pola pertanian mandiri manjadi pola pertanian bergantung, tidak hanya bergantung pada benih tetapi juga bergantung pada pupuk dan Saprodi lainnya termasuk pestisida.

Sebagai sebuah negara megabiodiversity dengan kekayaan genetik yang sangat luar biasa, Indonesia seharusnya memiliki posisi yang sangat penting pada era biologi di abad 21 ini. Seperti analogi mengambil emas dalam bongkahan intan, bangsa ini bergembira ketika diberikan emas, tetapi sebenarnya pencari emaslah yang beruntung karena mendapatkan bongkahan intan dan itu diberikan dengan cuma-cuma karena bangsa ini tidak paham akan nilai ekonomis intan yang sebenarnya jauh lebih tinggi dari nilai ekonomis emas yang diberikan. Hal yang sama dengan analogi di atas sedang terjadi di negri ini dengan lahirnya PP No 2 tahun 2008, bangsa ini tidak hanya memberikan deposit tambang yang ada di hutan lindung, tetapi memberikan keleluasaan pada pihak asing untuk mengakses sumber daya genetik hutan yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dari bahan tambang itu sendiri.

Tulisan di atas sebenarnya memperlihatkan urgensi dari keberadaan UU yang mengatur tentang pengelolaan dan perlindungan sumberdaya genetik bagi negara megabiodiversity seperti Indonesia.

Pada 19-30 Mei 2008 di Boon, Jerman akan diselenggarakan COP 9 CBD yang akan membahas isu-isu terkait dengan keanekaragaman hayati. Event ini akan menjadi penting bagi Indonesia jika negara ini paham apa yang harus dilindungi terkait dengan kekayaan genetik yang dimilikinya. Dan tidak akan berarti apa-apa jika kesepakatan internasional yang sudah diperjuangkan tidak dikonversi dalam aturan di level nasional sehingga para pelaku penjarahan sumber daya genetik dengan leluasa menjarah karena tidak ada satu aturanpun yang dapat dikenakan untuk menjerat para penjarah ini.

Penulis adalah Direktur Eksekutif Konphalindo (Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan dan Alam Indonesia). Sebuah lembaga nirlaba di bidang lingkungan yang concern dengan isu kenakaragaman hayati dan keamanan hayati.

HUTAN

Diposting oleh Jelajah Alam Indonesia

Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.

Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.

Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.

Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.

Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.

Hutan Slurup di gunung Wilis pada sisi Kabupaten Kediri, tepatnya di daerah Dolo kecamatan Mojo. Hutan dengan banyak aliran air, berhawa dingin dan tingkat kelembaban rendah

Bayangkan mengiris sebuah hutan secara melintang. Hutan seakan-akan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian di atas tanah, bagian di permukaan tanah, dan bagian di bawah tanah.

Jika kita menelusuri bagian di atas tanah hutan, maka akan terlihat tajuk (mahkota) pepohonan, batang kekayuan, dan tumbuhan bawah seperti perdu dan semak belukar. Di hutan alam, tajuk pepohonan biasanya tampak berlapis karena ada berbagai jenis pohon yang mulai tumbuh pada saat yang berlainan.

Di bagian permukaan tanah, tampaklah berbagai macam semak belukar, rerumputan, dan serasah. Serasah disebut pula 'lantai hutan', meskipun lebih mirip dengan permadani. Serasah adalah guguran segala batang, cabang, daun, ranting, bunga, dan buah. Serasah memiliki peran penting karena merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah teratas yang subur. Serasah juga menjadi rumah dari serangga dan berbagai mikro organisme lain. Uniknya, para penghuni justru memakan serasah, rumah mereka itu; menghancurkannya dengan bantuan air dan suhu udara sehingga tanah humus terbentuk.

Di bawah lantai hutan, kita dapat melihat akar semua tetumbuhan, baik besar maupun kecil, dalam berbagai bentuk. Sampai kedalaman tertentu, kita juga dapat menemukan tempat tinggal beberapa jenis binatang, seperti serangga, ular, kelinci, dan binatang pengerat lain.
[sunting] Mengapa hutan tidak tampak sama?

Iklim, tanah, dan bentuk bentang lahan di setiap daerah adalah khas. Sebuah daerah mungkin beriklim sangat basah, sedangkan suatu tempat lain luar biasa keringnya. Daerah A mungkin bertanah rawa, daerah B sebaliknya berkapur. Ada yang berupa gunung terjal, sementara yang lain merupakan dataran rendah.

Semua tumbuhan dan satwa di dunia, pun manusia, harus menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat mereka berada. Jika suatu jenis tumbuhan atau satwa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik di daerah tertentu, maka mereka akan dapat berkembang di daerah tersebut. Jika tidak, mereka justru tersingkir dari tempat ini. Contohnya, kita menemukan pohon bakau di daerah genangan dangkal air laut karena spesies pohon ini tahan garam dan memiliki akar napas yang sesuai dengan sifat tanah dan iklim panas pantai.

Sebaliknya, cara berbagai tumbuhan dan satwa bertahan hidup akan mempengaruhi lingkungan fisik mereka, terutama tanah, walaupun secara terbatas. Tumbuhan dan satwa yang berbagi tempat hidup yang sama justru lebih banyak saling mempengaruhi di antara mereka. Agar mampu bertahan hidup di lingkungan tertentu, berbagai tumbuhan dan hewan memang harus memilih antara bersaing dan bersekutu. Burung kuntul, misalnya, menghinggapi punggung banteng liar untuk mendapatkan kutu sebagai makanannya. Sebaliknya, banteng liar terbantu karena badannya terbebas dari sebuah sumber penyakit.

Jadi, hutan merupakan bentuk kehidupan yang berkembang dengan sangat khas, rumit, dan dinamik. Pada akhirnya, cara semua penyusun hutan saling menyesuaikan diri akan menghasilkan suatu bentuk klimaks, yaitu suatu bentuk masyarakat tumbuhan dan satwa yang paling cocok dengan keadaan lingkungan yang tersedia. Akibatnya, kita melihat hutan dalam beragam wujud klimaks, misalnya: hutan sabana, hutan meranggas, hutan hujan tropis, dan lain-lain.
[sunting] Macam-macam Hutan

Rimbawan berusaha menggolong-golongkan hutan sesuai dengan ketampakan khas masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia dalam mengenali sifat khas hutan. Dengan mengenali betul-betul sifat sebuah hutan, kita akan memperlakukan hutan secara lebih tepat sehingga hutan dapat lestari, bahkan terus berkembang.

Ada berbagai jenis hutan. Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam pula. Misalnya:
[sunting] Menurut asal

Kita mengenal hutan yang berasal dari biji, tunas, serta campuran antara biji dan tunas. Hutan yang berasal dari biji disebut juga ‘hutan tinggi’ karena pepohonan yang tumbuh dari biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai umur lebih lanjut. Hutan yang berasal dari tunas disebut ‘hutan rendah’ dengan alasan sebaliknya. Hutan campuran, oleh karenanya, disebut ‘hutan sedang’.

Penggolongan lain menurut asal adalah hutan perawan (primer) dan hutan sekunder. Hutan perawan merupakan hutan yang masih asli dan belum pernah dibuka oleh manusia. Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder sering terlihat lebih pendek dan kecil. Namun, jika dibiarkan tanpa gangguan —misalnya, selama ratusan tahun— kita akan sulit membedakan hutan sekunder dari hutan primer.
[sunting] Menurut cara permudaan (tumbuh kembali)

Hutan dapat dibedakan sebagai hutan dengan permudaan alami, permudaan buatan, dan permudaan campuran. Hutan dengan permudaan alami berarti bunga pohon diserbuk dan biji pohon tersebar bukan oleh manusia, melainkan oleh angin, air, atau hewan. Hutan dengan permudaan buatan berarti manusia sengaja menyerbukkan bunga serta menyebar biji untuk menumbuhkan kembali hutan. Hutan dengan permudaan campuran berarti campuran kedua jenis sebelumnya.

Di daerah beriklim sedang, perbungaan terjadi dalam waktu singkat, sering tidak berlangsung setiap tahun, dan penyerbukannya lebih banyak melalui angin. Di daerah tropis, perbungaan terjadi hampir sepanjang tahun dan hampir setiap tahun. Sebagai pengecualian, perbungaan pohon-pohon dipterocarp (meranti) di Kalimantan dan Sumatera terjadi secara berkala. Pada tahun tertentu, hutan meranti berbunga secara berbarengan, tetapi pada tahun-tahun berikutnya meranti sama sekali tidak berbunga. Musim bunga hutan meranti merupakan kesempatan emas untuk melihat biji-biji meranti yang memiliki sepasang sayap melayang-layang terbawa angin.
[sunting] c. Menurut susunan jenis

Berdasarkan susunan jenisnya, kita mengenal hutan sejenis dan hutan campuran. Hutan sejenis, atau hutan murni, memiliki pepohonan yang sebagian besar berasal dari satu jenis, walaupun ini tidak berarti hanya ada satu jenis itu. Hutan sejenis dapat tumbuh secara alami baik karena sifat iklim dan tanah yang sulit maupun karena jenis pohon tertentu lebih agresif. Misalnya, hutan tusam (pinus) di Aceh dan Kerinci terbentuk karena kebakaran hutan yang luas pernah terjadi dan hanya tusam jenis pohon yang bertahan hidup. Hutan sejenis dapat juga merupakan hutan buatan, yaitu hanya satu atau sedikit jenis pohon utama yang sengaja ditanam seperti itu oleh manusia, seperti dilakukan di lahan-lahan HTI (hutan tanaman industri).

Penggolongan lain berdasarkan pada susunan jenis adalah hutan daun jarum (konifer) dan hutan daun lebar. Hutan daun jarum (seperti hutan cemara) umumnya terdapat di daerah beriklim dingin, sedangkan hutan daun lebar (seperti hutan meranti) biasa ditemui di daerah tropis.
[sunting] Menurut umur

Kita dapat membedakan hutan sebagai hutan seumur (berumur kira-kira sama) dan hutan tidak seumur. Hutan alam atau hutan permudaan alam biasanya merupakan hutan tidak seumur. Hutan tanaman boleh jadi hutan seumur atau hutan tidak seumur.


Lahan hutan terluas ada di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut oleh Kalimantan (28,23 juta ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi (8,87 juta ha), Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta ha), Jawa (3,09 juta ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (2,7 juta ha).

Dalam bahasa-bahasa di Indonesia, pengertian hutan juga merujuk kepada aneka hal yang bersifat liar (wild), tumbuh sendiri atau tidak dipelihara (natural), atau untuk menekankan sifat-sifat liar dari sesuatu. Nama-nama hewan yang diimbuhi dengan kata ‘hutan’ menunjukkan pengertian tersebut, misalnya anjing hutan, ayam hutan, babi hutan, kambing hutan, dll.

Demikian pula, sesuatu bidang lahan yang tidak terpelihara atau kurang terpelihara kerap disebut hutan atau menghutan. Berlawanan dengan kebun, yang dipelihara dan diakui pemilikannya.

Hutan disebut juga dengan istilah utan (Jakarta), leuweung (Sunda), alas atau wana (Jawa), alas (Md.), dan lain-lain.

KONSERVASI

Diposting oleh Jelajah Alam Indonesia

KONSERVASI
Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.

Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :

1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

Saat ini keberadaan klub Pecinta alam tumbuh subur di bumi pertiwi ini, seperti jamur dimusim hujan. Dengan kondisi alam yang begitu mendukung kegiatan tersebut. Sebuah usaha positif dalam menyalurkan kegiatan tersebut. Namun terbersit ke khawatiran dengan banyaknya klub/kelompok pecinta alam tersebut. Apalagi bila ke hadiran klub-klub ini tidak diiringi misi dan visi yang jelas dalam organisasinya. Lihat saja gunung-gunung di Indonesia, contohnya Gede-Pangrango. Begitu kotor dan penuh dengan sampah...!

Mereka yang menamakan dirinya pecinta alam seharusnya menjadi ujung tombak dalam pelestarian alam ini bukan justru sebaliknya.

Makna pecinta alam dewasa ini sudah jauh dari makna yang sebenarnya.

Pecinta Alam bukanlah mereka yang yang telah menggapai atap-atap dunia, bukan mereka yang berhasil melakukan expedisi yang berbahaya, bukan pula mereka yang ahli dalam mendaki. Tapi mereka adalah orang-orang yang mau menjaga kebersihan lingkungan dimana mereka berada.

Sudah banyak manusia-manusia yang telah menggapai atap-atap dunia, tapi hanya segelintir orang yang benar-benar sebagai pecinta alam.

Semoga kita termasuk segelintir orang yang peduli dengan alam....

Jelajahi Panorama Alam Indonesia

Diposting oleh Jelajah Alam Indonesia

Indonesia merupakan salah satu dari tujuh negara mega biodiversitas yang dikenal sebagai pusat konsentrasi keanekaragaman hayati dunia. Kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia sebanyak ± 6.000 spesies flora dan fauna dan alamnya begitu indah dan mempesona, sehingga pantas untuk d jelajahi.Sebagian besar kekayaan keanekaragaman hayati tersebut berada di kawasan hutan alam, terutama di dalam kawasan konservasi. Kawasan konservasi di Indonesia mencakup areal seluas 27 juta hektar terdiri dari Kawasan Suaka Alam (cagar alam dan suaka margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya) dan taman buru.

Salah satu kawasan konservasi terbaik untuk menyaksikan keanekaragaman, keunikan, kekhasan, dan keindahan flora/fauna yang endemik, langka dan dilindungi, termasuk menyaksikan keindahan dan keajaiban fenomena alam adalah di taman nasional. Taman nasional mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam pelestarian keaneka-ragaman hayati, sehingga penunjukan dan penetapannya diupayakan sedapat mungkin mencakup perwakilan semua tipe ekosistem yang berada dalam tujuh wilayah bio-geografi pulau di Indonesia.
Taman nasional disamping memiliki daratan berupa hutan, pantai, savana, rawa, juga memiliki perairan dengan kehidupan laut, seperti karang, ikan, moluska, biota laut, mangrove, dan lain-lain), yaitu Taman Nasional Ujung Kulon, Bali Barat dan Komodo. Sedangkan taman nasional yang hampir seluruhnya berupa perairan dengan kehidupan lautnya yaitu Taman Nasional Kepulauan Seribu, Karimunjawa, Taka Bonerate, Wakatobi, Bunaken dan Teluk Cendrawasih. (read less)